Jumat, 16 April 2010

MENDUNIA, TAPI KURANG DIMINATI

Bahasa Melayu, sebagaimana disampaikan Prof. James. T. Collin dalam Bahasa Melayu Bahasa Dunia; Sebuah Sejarah Singkat (2005), digunakan oleh penutur yang tersebar diberbagai belahan dunia. Mulai dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Australia, Belanda, Afrika Selatan, serta negara lainnya. Meski pada setiap daerah/Negara, komunitas penuturnya secara komunitas beragam, ada yang mayoritas, ada juga yang mayoritas. Bahasa Melayu juga dipelajari di beberapa Negara Eropa dan Asia.

Tulisan-tulisan kuno yang menggunakan dialek Melayu dengan berbagai model tulisan juga banyak ditemukan. Mulai dengan tulisan arab Melayu yang hingga kini juga masih digunakan beberapa daerah untuk penamaan jalan dan tempat, ada juga yang menggunakan tulisan sansekerta, namun bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu.
Pada zaman colonial bahasa Melayu juga digunakan untuk pengajaran Injil oleh Belanda.

Melihat perkembangan yang sangat signifikan tersebut, harusnya bahasa Melayu lebih dikenal dan bahkan dijadikan sebagai bahasa dunia. Untuk itu, perlu ada upaya-upaya pelestarian khazanah Melayu, sebagai bentuk kecintaan kita terhadap budaya bahasa yang telah turun temurun ini.

Beberapa waktu lalu, saya mendengar desas-desus di surat kabar kita ini mengenai rencana untuk memasukkan pelajaran baca-tulis Arab Melayu ke dalam kurikulum pendidikan. Rencana tersebut saya pikir sangat tepat, karena hingga saat ini banyak anak-cucu kita yang tak begitu mengenal khazanah Melayu tersebut. Apalagi keidentikkan Arab Melayu dengan Islam yang saya rasa sangat-sangat dekat. Bila perlu, sebelum dimasukkan kedalam kurikulum, diadakan pelatihan untuk para guru-guru tentang tata cara baca tulis Armel.

Sekali lagi, apresiasi yang setinggi-tingginya saya sampaikan kepada mereka yang berupaya agar khazanah Melayu ini tak lenyap ditelan zaman. Mereka patut disebut pahlawan.